Inhuwa.com (21/07/2025)— Pada pagi Isnin yang teduh, tatkala embun masih tinggal di hujung daun dan deru rel belum ramai berlari, seorang perempuan bertanjak hati kembali menapak di tanah yang telah ia cintai sekian lama. Namanya harum dalam doa masyarakat kecil di lorong-lorong sunyi Kota Medan. Dato’ Hj. Hikmatul Fadhillah, S.H., M.M. (pemimpin di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) dan Persatuan Perempuan Tauhid Tasawuf (P2T) Sumatera Utara) hadir bukan sebagai tamu, melainkan sebagai suluh di kala redup, sebagai peneduh di bawah terik kehidupan.
Di kawasan rel Jalan Martapura, tempat rumah-rumah berdiri ringkih, dan kehidupan berjalan seadanya, telah tumbuh benih kasih yang beliau semai sejak tahun 2009. Bukan benih yang dibasahi janji, tapi dibesarkan dengan zikir dan sabar. Setiap bulan, dua kali beliau datang, tidak membawa sorak atau megah, hanya membawa hati yang ingin menyapa, mendengar, dan memeluk luka-luka yang telah lama diam.
Hidup di lorong itu, sesungguhnya bukan hanya soal perut yang lapar atau atap yang bocor. Ada kehausan yang lebih dalam: kehausan akan makna, akan arah. Maka, dengan bekal ilmu dan kasih sayang, Dato’ Hj. Hikmatul Fadhillah turun menyapa. Tidak dari atas mimbar, tapi dari tikar-tikar lusuh. Tidak dengan gelar, tapi dengan jiwa.
Dalam lawatan yang terakhir itu, langit seakan bersaksi akan hadirnya rahmat. Sepasang insan dari komunitas kecil itu, dengan suara bergetar namun yakin, mengucapkan dua kalimat suci. Mereka memeluk Islam bukan karena paksaan, melainkan karena sentuhan yang halus tapi dalam. Lalu, akad nikah mereka dilangsungkan—sederhana, tapi khidmat. Tiada pelaminan bertabur bunga, tapi cinta yang tumbuh dalam cahaya petunjuk.
“Perubahan tidak datang seperti halilintar,” tutur Dato’ dengan suara selembut doa, “ia datang pelan-pelan, seperti hujan yang jatuh setitik demi setitik, namun menghidupkan tanah yang gersang.”
Lebih dari lima puluh pasangan telah dibimbing untuk mengikat diri dalam akad yang sah. Mereka sebelumnya hidup dalam ketidakjelasan, dalam arus zaman yang mengguncang adab. Tapi lewat tangan-tangan yang tulus, mereka menemukan arah dan jalan pulang ke rumah yang bernama iman.
Tiada dakwah yang lebih mengakar daripada dakwah yang hadir dalam kehidupan. “Dakwah itu bukan hanya untuk masjid dan majelis,” ujar beliau, “tapi juga untuk lorong yang lembap dan hati yang lelah.” Yang terpinggir bukan untuk dipersalahkan, tapi untuk direngkuh. Yang jatuh bukan untuk dihakimi, tapi untuk dibangkitkan.
Pengabdian ini bukan tanpa duri. Di awal-awal, masyarakat memandang asing. Ada curiga, ada dingin. Tapi air sabar mengikis batu sangka. Sedikit demi sedikit, pintu hati terbuka, tangan yang dulu menggenggam erat kini mulai terulur.
Tiada panggung besar, tiada riuh sorotan. Yang ada hanyalah langkah yang terus berulang, doa yang tak pernah putus, dan niat yang hanya ditujukan kepada Allah yang Maha Mengetahui isi hati. “Kami berjalan dengan apa adanya,” kata Dato’, “karena yang kami bawa bukan janji dunia, tapi harapan akhirat.”
Para relawan pun belajar dari setiap peluh dan airmata yang mereka saksikan. Mereka belajar dari wajah-wajah yang lelah namun tabah, dari anak-anak yang tertawa di tengah kekurangan. “Dari lorong ini, kami belajar makna dakwah,” kata salah satu dari mereka, “bukan dalam kata-kata, tapi dalam pelukan dan pengabdian.”
Kegiatan ditutup dengan doa bersama. Tak ada mikrofon, tak ada panggung. Hanya langit dan hati yang bersaksi. Dato’ Hj. Hikmatul Fadhillah duduk di antara mereka, bukan di atas mereka. Dengan suara yang tenang, beliau berkata, “Selama Allah mengizinkan, selama itu pula saya akan hadir. Bukan untuk memberi, tapi untuk bersama.”
Maka jadilah kegiatan ini bukan sekadar program, tapi sebentuk hikayat hidup. Hikayat tentang cinta yang disulam dengan iman. Tentang dakwah yang tidak menggurui, tapi menyapa. Tentang seorang perempuan yang memilih lorong-lorong sunyi, karena di sanalah Allah paling rindu untuk disapa.
Inhuwa.com dikelola secara independen tanpa pendanaan dari korporasi, partai, atau lembaga mana pun.
Seluruh operasional kami — mulai dari server, riset, hingga honor penulis tamu — berasal dari dana pribadi dan dukungan publik.
Dukungan Anda, sekecil apa pun, sangat berarti bagi kelangsungan blog ini agar terus menjadi sumber pengetahuan yang jujur, kredibel, dan mencerahkan tentang Islam dan masyarakat Muslim.
💳 Donasi via Transfer
🏦 BSI (Bank Syariah Indonesia)
📌 No. Rekening: 7307693423
👤 a.n. Ahmad Tamami
Semoga Allah membalas setiap kebaikan Anda dengan keberkahan hidup dan pahala jariyah yang terus mengalir. Aamiin.
Baca Juga: Istiqomah itu Seperti Embun, Bukan Hujan!</